Pemikiran Pendidikan Anregurutta KH.Rafi Sulaiman
Anregurutta KH. Rafi Sulaiman merupakan salah satu ulama besar dari Bugis, Sulawesi Selatan, muassis (pendiri) Nahdlatul Ulama (NU) Bone, yang dikenal sebagai Petta Kalie atau Kadi di Bone. Sebagai seorang tokoh agama, beliau memiliki peran penting dalam mengembangkan pendidikan Islam di daerahnya. Selain menjalankan tugasnya sebagai Kadi, KH. Rafi Sulaiman juga aktif dalam memberikan pendidikan agama kepada masyarakat melalui pengajian kitab dan pembentukan madrasah diniyah yang dikenal dengan sebutan sekolah Arab di Bone.
Sejak muda, KH. Rafi Sulaiman telah menunjukkan kecintaan yang besar terhadap ilmu agama. Pada April 1933, saat usianya baru 17 tahun, ia berangkat ke Mekah untuk memperdalam ilmunya di Madrasah Darul Falah. Di sana, beliau mendalami berbagai disiplin ilmu Islam, termasuk fiqih, tafsir, hadis, serta Bahasa Arab. Perjalanan ke Mekah ini menjadi titik penting dalam pembentukan pemikiran dan metode pendidikan yang kelak diterapkannya di Bone.
Sepulang dari Mekah, KH. Rafi Sulaiman mulai mengembangkan pengajian-pengajian kitab di Masjid Al-Mujahidin Watampone. Beliau mengajarkan berbagai cabang ilmu agama, seperti fiqih, tafsir, dan hafalan Al-Qur’an. Pengajian ini awalnya bersifat informal, tetapi semakin berkembang seiring meningkatnya minat masyarakat untuk belajar agama.
Melihat antusiasme masyarakat, KH. Rafi Sulaiman merasa perlu untuk membangun sistem pendidikan yang lebih terstruktur. Oleh karena itu, ia membentuk madrasah diniyah yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai sekolah Arab. Lembaga ini menjadi wadah bagi santri untuk mendalami ilmu agama secara lebih sistematis dan berkesinambungan.
Selain itu, KH. Rafi Sulaiman juga mengajar dan memberikan pengajian kitab di Pondok Pesantren Ma’had Hadis Biru Bone bersama dengan adiknya, Anregurutta KH. Djunaid Sulaiman, pada awal-awal keberadaan pondok. Keduanya berperan besar dalam membangun dan mengembangkan pondok pesantren ini menjadi pusat pendidikan Islam yang dikenal luas.
Metode pendidikan yang diterapkan oleh KH. Rafi Sulaiman menekankan pada pendekatan klasik dengan menggunakan Kitab Kuning sebagai sumber utama pembelajaran. Santri diajarkan untuk memahami dan menghafal kitab-kitab fiqih, tafsir, dan tasawuf. Selain itu, beliau juga mengajarkan Bahasa Arab sebagai bahasa utama dalam memahami teks-teks keislaman.
Salah satu ciri khas pendidikan yang dikembangkan oleh KH. Rafi Sulaiman adalah kombinasi antara teori dan praktik. Selain mengajarkan hukum-hukum Islam, beliau juga membimbing santri dalam mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan Islam yang menekankan keselarasan antara ilmu dan amal.
Dalam proses pembelajarannya, KH. Rafi Sulaiman dikenal sebagai sosok yang tegas tetapi penuh kasih sayang. Ia menerapkan disiplin yang tinggi dalam mendidik santri, namun tetap mengedepankan kelembutan dalam memberikan bimbingan. Baginya, seorang pendidik harus mampu menjadi teladan dalam sikap dan perilaku agar ilmu yang diajarkan dapat membekas dalam jiwa santri.
Selain mengembangkan pendidikan agama di Bone, KH. Rafi Sulaiman juga berperan dalam menyebarkan pemikiran Islam moderat. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pemahaman agama yang tekstual dengan konteks sosial masyarakat. Hal ini membuat beliau diterima oleh berbagai kalangan dan dihormati sebagai ulama yang arif dan bijaksana.
KH. Rafi Sulaiman juga menaruh perhatian besar pada pendidikan moral dan akhlak. Dalam setiap pengajiannya, ia selalu mengingatkan pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Ia meyakini bahwa ilmu yang diperoleh tanpa disertai akhlak yang baik tidak akan memberikan manfaat yang sesungguhnya bagi individu maupun masyarakat.
Sebagai seorang Kadi di Bone, beliau tidak hanya berperan dalam mengajarkan ilmu agama, tetapi juga dalam menyelesaikan berbagai persoalan hukum Islam di tengah masyarakat. Keputusan-keputusan yang diambilnya selalu didasarkan pada prinsip keadilan dan kemaslahatan umat. Hal ini semakin mengukuhkan posisinya sebagai ulama yang tidak hanya alim dalam ilmu, tetapi juga bijaksana dalam mengelola permasalahan sosial.
Dalam pandangan KH. Rafi Sulaiman, pendidikan Islam harus mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai fundamentalnya. Oleh karena itu, ia mengembangkan kurikulum yang tidak hanya berisi ajaran agama, tetapi juga ilmu-ilmu penunjang seperti tata bahasa, retorika, dan logika. Hal ini bertujuan agar santri tidak hanya memahami Islam secara dogmatis, tetapi juga mampu menjelaskan dan mengajarkan ajaran Islam kepada orang lain dengan cara yang baik.
Keberhasilan KH. Rafi Sulaiman dalam membangun sistem pendidikan Islam di Bone tidak lepas dari dukungan masyarakat. Para santri yang telah menimba ilmu darinya kemudian menyebarkan kembali ajaran yang telah dipelajari, sehingga pendidikan Islam yang beliau bangun terus berkembang dan memberi manfaat bagi generasi berikutnya.
Selain mendidik santri di dalam madrasah diniyah, KH. Rafi Sulaiman juga aktif berdakwah ke berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Ia sering mengunjungi berbagai masjid dan surau untuk memberikan ceramah agama, membimbing masyarakat dalam menjalankan syariat Islam, serta memperkuat persatuan umat.
Pemikiran pendidikan KH. Rafi Sulaiman juga menekankan pentingnya kemandirian dalam menuntut ilmu. Ia mengajarkan bahwa seorang Muslim harus terus belajar sepanjang hayat, tidak hanya mengandalkan ilmu yang telah diperoleh di pesantren atau madrasah, tetapi juga terus menggali ilmu dari berbagai sumber.
Hingga akhir hayatnya, KH. Rafi Sulaiman tetap aktif dalam dunia pendidikan dan dakwah. Ia menjadi inspirasi bagi banyak ulama dan pendidik di Sulawesi Selatan dalam mengembangkan pendidikan Islam yang berbasis pada nilai-nilai keilmuan dan akhlak mulia.
Pada kesimpulannya bahwa pemikiran pendidikan KH. Rafi Sulaiman menekankan pada sistem pendidikan Islam yang berbasis kitab klasik, disiplin dalam pembelajaran, keseimbangan antara ilmu dan amal, serta pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Melalui madrasah diniyah yang didirikannya, beliau telah mencetak banyak generasi yang berilmu dan berakhlak. Warisan intelektual dan spiritualnya terus hidup melalui murid-muridnya yang melanjutkan perjuangan dalam menyebarkan ilmu dan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Wallahu A’lam Bissawab