Cita Menjadi Keluarga Allah di Bumi

Hafizh al-Quran tidak mesti terlahir dari keluarga penghafal al-Quran

Ada pepatah yang bilang “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Jika pepatah ini ingin diterjemahkan dalam bahasa “gen” profil profesi orang tua, kurang lebih illustrasinya adalah, kalau orang tuanya pengusaha maka anak yang terlahir akan tumbuh dan menunjukkan bakat wira usahanya. Kalau orang tuanya politikus, anaknya juga berpotensi besar menjadi politikus. Begitu juga kalau orang tuanya ustaz, anaknya diyakini juga akan tumbuh menjadi seorang ustaz.

Semua itu wajar, sebab tentu pendidikan yang akan disuguhkan dalam mengiringi tumbuh kembangnya sang anak, akan diwarnai pula oleh “sukses” yang telah dicapai dan dirasakan orang tuanya.

Intinya, pepatah di atas meneorikan bahwa selalu ada unsur kesamaan yang akan mewarnai pertumbuhan karakter dan kecenderungan anak berdasarkan profil orang tua, sebagai pengaruh pola pendidikan dan lingkungan keluarga dalam membentuk karakter dan kecenderungan anak.

Setidaknya, begitu juga yang digambarkan dalam hasil penelitian yang diungkapkan dari Michigan State University (2016) yang diketuai oleh Claire Vallotton, yang mencoba membuktikan secara ilmiah unsur kebenaran peribahasa tersebut dan memastikannya sebagai bukan mitos.

Kendati demikian, sebenarnya teori itu tetap relatif dan tidak bisa digeneralisir. Termasuk misalnya dalam hal mendapatkan keturunan penghafal al-Quran. Untuk memiliki keturunan yang hafizh al-Quran, tidak selalu harus ditakar berdasar latar dan profil orang tua atau keluarga yang menjadi bagian penting dalam proses pembentukan karakter dan kecenderungan anak. Orang tua tidak harus seorang ustaz, apalagi harus seorang penghafal al-Quran, baru bisa mendapat keturunan penghafal al-Quran juga.

Ada banyak realita yang bisa mendukung simpulan itu. Salah satu di antaranya adalah, yang ditunjukkan hari ini di Madrasah Tahfizh al-Quran (MTaQ) Pesantren Modern al-Junaidiyah (PMJ) Biru.

Setelah beberapa waktu lalu, melalui MTaQ PMJ Biru lahir penghafal-penghafal al-Quran 30 juz dari latar dan profil keluarga yang berbeda, hari ini MTaQ PMJ Biru kembali melahirkan “kembar” penghafal al-Quran putri.

Pertama, adalah Afiyah Nayla Insani Lukman, putri seorang kontraktor, sekaligus ponakan dari seorang alumni PMJ Biru (saat ini menjadi anggota DPRD di Sulawesi Tengah), H. Mamang, yang tidak lain adalah teman kelas saya (sys admin) dulu semasa MTs di PMJ Biru, telah sukses menamatkan hafalan al-Qurannya 30 juz hari ini, di MTaQ PMJ Biru. Hebatnya, keberhasilan itu dicapainya kurang dari 3 tahun dan dalam usia yang masih sangat muda, yakni baru sekitar 14 tahun.

Masih teringat sewaktu hafalan Naila baru mencapai 10 juz, orang tuanya datang meminta izin untuk mengantar putrinya mengambil porsi menunaikan ibadah Haji. Kata orang tuanya, “ini adalah niat kami sebagai tanda syukur”. Tidak lama setelah itu, orang tuanya mohon izin lagi membawa putrinya bersama-sama menunaikan ibadah umrah.

Rasanya, dukungan luar biasa dari orang tuanya itu, telah ikut berperan besar dalam memuluskan proses selesainya hafalan al-Quran Nayla. Ada doa orang tua yang begitu kuat yang menghantarkan turunnya rahmat Allah kepada putrinya, menjadi hafizhah al-Quran dalam usia yang sangat muda, meski –mungkin- mereka awalnya belum punya “gen” penghafal al-Quran.

Siang ini, orang tua Nayla kembali menunjukkan dukungan besarnya pada putrinya, dengan ikut hadir menyaksikan proses penyelesaian hafalan tambahan terakhir Nayla hingga khatam.

Tentu ini menjadi sebuah kebanggaan besar bagi orang tua dan keluarga besar Nayla, karena telah mendapatkan keturunan “baru” yang sangat istimewa, meski tampak tidak identik dengan profil lingkungan keluarganya yang merupakan pengusaha sukses. Saya tidak akan bisa membahasakan kebahagiaan orang tua Nayla saat ini.

Yang kedua, adalah Nurul Muthmainnah, gadis dari Waetuo Kabupaten Bone yang saat ini duduk di kelas XII Aliyah, juga tidak punya latar belakang keluarga ustaz, apalagi penghafal al-Quran. Tetapi, setelah 2 tahun lebih Nurul mengikuti program tahfizh di MTaQ PMJ Biru, Allah pun memuluskan langkahnya dalam menyelesaikan hafalan al-Quran 30 juz. Nurul, telah sukses menyediakan “gen baru” untuk keluarga besarnya.

Pengalaman yang disaksikan di MTaQ PMJ Biru siang hari ini telah menunjukkan bahwa TIDAK SELALU buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya. “Kelahiran kembar” hafizhah al-Quran 30 juz dari profil keluarga yang berbeda siang ini di MTaQ, menjadi bukti relatifnya pepatah tersebut.

Tentu, keluarga mareka patut berbangga dan bersyukur karena telah memiliki buah hati yang istimewa, yang akan memasangkan mahkota indah kepada mereka para orang tuanya, kelak, insyaAllah.

Sebab itu percayalah, bahwa siapapun bisa mendapatkan keturunan penghafal al-Quran (tentu dengan izin Allah) meski tidak memiliki riwayat “garis keturunan” keluarga penghafal al-Quran.

Semoga hal ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk bisa berusaha menjadi bagian dari “Ahlullahi fil ardhi”.

Selamat buat ananda Nayla dan Nurul, semoga kalian istiqamah dalam memelihara dan melayani al-Quran.